Senin, Januari 18, 2010

Lidi's Online Store - Fashion Grosir Online 2010

Lidi's Online Store - Fashion Grosir Online 2010



Read More......

DiggTechnorati del.icio.us StumbleuponReddit Blinklist Furl Spurl Yahoo SimpyAddThis Social Bookmark Button

Selasa, September 02, 2008

Sabar 10 | Belajar Blogger 03 - Readmore, Selanjutnya, Selengkapnya

Aku penasaran saja, bagai mana caranya biar postingan sapat seperti di koran-koran. Maksud aku sih biar di halaman depan tidak penuh tapi sedikit saja, itung-itung biar pada penasaran gitu. kalau di Koran kan pada halaman utamanya pasti memakai bersambung ke, dan pasti awalan artikel saja kan.

Jadi penasaran itu terbayar ketika berkunjung ke Maha Guru, maaf pak aku nyebut maha guru, mudah-mudahan pak edittag tidak marah-marah ada yang ngaku jadi muridnya.

Langkah 1. Cari kata "post-header-line" lalu tambahkan kode yang berwarna merah :



Langkah 2.   Dashboard >> Settings >> Formatting dan di bawah ada kotak Post template, lalu isikan kode berikut disana lalu klik save Seting


Read More......

DiggTechnorati del.icio.us StumbleuponReddit Blinklist Furl Spurl Yahoo SimpyAddThis Social Bookmark Button

Sabar 11 | Belajar Blogger 04 - Menghilangkan dan Menambah Navbar

Sekali lagi penasaran aku maklum, code-code tidak tahu sama sekali ya jalan satu-satunya searching, Belum ada waktu belajar, alasan kan? yups.

Saat download template ini, readmore-nya belum ada, tapi sekarang sudah ada, sudah aku tambahi pada posting Sabar 10 | Belajar Blogger 03 - Readmore, Selanjutnya, Selengkapnya, dan masih ada ganjalan lagi dalam benak saya cara memunculkan lagi navbar dari blogger bagaimana ya?

sesudah aku sowan ke rumah Maha guru yang lain,afatih.wordpress.com, diperoleh sebagai berikut.

Layout >> Edit HTML >> Expand Widget Templates (di centang kotaknya) liahat di CSSnya. ternyata ada codeberikut di atas code body






aku hapus saja dan hasilnya navbar dapat muncul lagi.

 
sesudah
 
sebelum
Salam belajar.
Read More......

DiggTechnorati del.icio.us StumbleuponReddit Blinklist Furl Spurl Yahoo SimpyAddThis Social Bookmark Button

Cerpen 01 | Terakhir Kali Kunikmati Senyummu

Tersungging senyuman yang tidak biasanya keluar dari bibir tipisnya. Semua orang mengakui bahwa senyuman seperti itu adalah sesuatu yang mahal pada dirinya, bahkan sebagian orang mengatakan hal yang langka dan hampir punah jadi wajib dilestarikan. Seorang laki-laki telah berhasil menjaganya agar tidak ada kepunahan pada dirinya itu. Hari ini langit putih tanpa noda sedikit pun.

Berjalan dirinya mengenakan kebaya warna merah muda dengan kain cokelat muda sebagai bawahannya, terlau lain dirinya sekarang, mungkin karena senyuman yang terus menerus mengembang dari wajahnya.

Wajahnya hari ini serupa mawar benar. Dengan kebaya merah mudanya dan lebih-lebih lagi kerudung menutupi alun rambutnya, bukan sekedar kerudung jilbab lebih tepatnya. Lembaran kain yang menutupi kepalanya itu tidak pernah sekalipun aku pernah lihat menempel di kepalanya tapi sekarang melekat erat menyatu dalam pribadinya yang makin serupa mawar saja, batin aku berkata demikian.

Sudah dari berbulan-bulan kemarin aku menumpuk semua jadwal pekerjaanku di hari ini, persis pada bulatan merah pada kalender di kamarku. Tiba-tiba saja hari jumat sore selepas pulang dari pasar, jadwal yang sudah terencana lama itu lari dengan sendirinya.

Entah tenaga siapa yang mendorong jemari tanganku untuk menekan nomor-nomor dalam telepon genggamku. Berapa nomer yang kuhubungi, ingatanku telah kehilangan rekamannya. Setahuku kalimat yang keluar ketika aku menghubungi nomor-nomor tersebut semua sama, “Maaf , besok aku berhalangan, tidak bisa melakukan apa yang telah kita sepakati untuk besok. Mohon maaf banget ya. Mendesak banget soalnya, Ahad pagi nanti saya hubungi lagi, terima kasih”.

Kegundahan di Sabtu pagi pun tak terelakan. Mau apa jadi enggan yang muncul, semua seperti hampa, kosong benar-benar tak berisi. Barangkali ini hari adalah hari paling tak berisi dalam perjalanan hari-hariku.

“Berangkat?” setelah mengucapkan salam kalimat itulah yang keluar dari mulut temanku., Nug. Dan aku tahu maksud pertanyaannya. Belum juga menjawab sudah ada lagi pertanyaan, lebih tepatnya sih pernyataan, “Nomermu ga aktif, dihubungi ga bisa, jadinya di hapeku smsnya, ni baca sendiri kalo ndak percaya”.

Tanpa dia bilang pun aku percaya, karena memeng hanya dia saja yang masih sering berhubungan dengan saya di kota ini, jadi undangannya pasti nempel ke dia. Tapi sepertinya akal-akalan dia saja biar ada temen, tapi biarlah meski aku nanti jadi tamu tak diundang. Kebanyakan teman-temanku sudah mengembara ke kota lain di negeri ini. Tinggal beberapa gelintir saja yang masih mendekam di kota ini.

Tak kulihat telpon genggamnya, langsung saya berdiri dari tiduranku melangkah ke kamar mandi. “Nyaliku tak sekecil dulu. Jam sembilan berangkat ya” muncul juga jawabanku atas pertanyaannya tadi. Sambil melangkah ke kamar mandi mengalir dalam pikiranku tentang jawabanku tadi “Nyaliku tak sekecil dulu”. Kalimat yang tidak sepenuhnya sesuai dengan batinku sendiri.

Dulu ketika teman-teman mengadakan pernikahan, dengan suka hati aku menawarkan untuk menjadi semacam EO, khusus untuk teman-teman seangkatan. Dari menghubungi dan mengantarkan undangannya langsung ke teman-temanku yang masih ada di kota ini dan kota-kota terdekat. Yang berada jauh sekalipun, undangan biasanya aku scan dan aku kirimkan lewat e-mail ke semua teman-temanku dan tak lupa nelpon sekedar mengingatkan.

Ingatanku memutar rekaman pernikahan Putera, Wijaya, Khusnul. Dan biasanya aku sendiri rela keluar keringat sedikit, demi kekeluargaan, persahabatan, kekeh batinku berkata begitu. Tetapi sekarang, sejak tiga minggu yang lalu hape sudah kumatikan. “Bagaimana bisa laki-laki seperti itu punya nyali” gerutu batinku sendiri.

Sekarang aku sudah duduk disini, aku mengambil kursi yang agak jauh dari jalannya pengantin, di samping meja dengan gelas-gelas yang masing kosong, belum terisi minuman.

“Mat..mat….peganging..pegangin…ntar bikin masalah ni orang.” Putera berbisik ke Ahmad sambil memegang pundakku dari belakang tepat ketika pengantin itu lewat di sampingku. Aku hanya tersenyum menjawab gurauan teman-temanku. Ningsih yang juga isterinya Putera hanya terpingkal-pingkal melihat tingkah laku kami.

Semenjak lewatnya perempuan dengan kebaya merah muda dengan lelaki di sampingnya itu aku jadi banyak senyum. Hanya sesekali senyum itu berhenti. Tak aku hiraukan bagaimana teman-teman disampingku menganggap aku apa, menganggap gila sekalipun.

Suara pembawa acara yang mempersilahkan bagi teman-teman kampus untuk mengambil tempat pada sesi foto dengan pengantin menghentikan pengembaraan otak saya. Gubrak!!!!Teman-teman di sampingku sudah berdiri semuanya, tiba-tiba tubuh mereka mematung dengan wajah yang serupa melihatku masih lekat di atas kursi hijau ini. Tanpa keluar kata-kata dari mulut mereka, aku tahu wajah mereka menyiratkan kalimat paksaan “Ayo!!”.

Aku merasa kakiku dibebani berkarung-karung beras yang selalu kulihat dipanggul kuli-kuli pasar. Tubuhku seperti dipaku dengan kursi persis seperti tawanan yang sedang menunnggu eksekusi mati di atas kursi listrik.

Dan aku pun beranjak dari kursiku, melangkah dan menikmati senyummu yang terakhir kali. Meski itu salah, Maaf. (Bersambung)
Read More......

DiggTechnorati del.icio.us StumbleuponReddit Blinklist Furl Spurl Yahoo SimpyAddThis Social Bookmark Button

Senin, September 01, 2008

Sabar 09 | Kalau Perlu Bunuhlah Aku

Yups, ini artikel nyantol banget di ingetanku. Seingatku, aku dulu baca artikel ini di warung makan mas Budiman, sepertinya yang punya namanya bukan Budiman tapi kosnya berjudul Budiman, kadung latah aku nyebut aja warung Budiman. Searching di google di dapat lah ini, penulisnya tidak inget, jujur dan bodoh banget aku sampe penulisnya tidak ingat. yang tak ingat cuma artikelnya di kanan atas halaman sebelah kanan, bingung? tidak usah, saya saja bingung. Langsung baca saja y tabungan comotan saya ini. di peroleh dari sini.

Kalau Perlu Bunuhlah Aku

Bulan depan bangsa ini merayakan kemerdekaan yang ke-63. Apa boleh buat, nyaris semua warga makin hari makin merasa belum merdeka.

Tanggal 12 Juli kampanye Pemilu 2009 resmi dimulai melalui metode rapat tertutup. Namun, awal pesta demokrasi itu justru disambut sikap waswas dan apatis.

Ambil contoh, jumlah golput pilgub di provinsi-provinsi besar, hampir separuh dari total jumlah pemilih. Di satu pihak, golput merupakan koreksi terhadap demokrasi yang timpang, di lain pihak menjadi masalah yang memprihatinkan.

Tak sedikit warga waswas dengan ”keramaian politik” yang malah menjadi ajang kekerasan. Peristiwa di Monas 1 Juni lalu atau demonstrasi mahasiswa yang berubah menjadi kerusuhan menimbulkan rasa khawatir terjadi lagi saat kampanye.

Undang-Undang Pemilu dirumuskan dengan asal-asalan. Misalnya, yang mengatur porsi pemberitaan media yang harus merata, berikut risiko-risiko yang dihadapi wartawan.

UU itu dengan serampangan menyebutkan pencabutan izin terbit bagi media yang dianggap tak adil dalam pembagian porsi pemberitaan. Padahal, izin seperti SIT atau SIUPP tak ada lagi.

Akar dari seluruh persoalan adalah kepemimpinan elite nasional yang makin hari makin terasa absen. Pemerintah sudah lame duck alias praktis tak berbuat apa-apa lagi.

Kalaupun ada proses demokrasi, itu bersifat sporadis dan tak bermanfaat bagi kemaslahatan bangsa. Misalnya, hak angket DPR yang meminta pemerintah menjelaskan seluk-beluk kebijakan migas nasional.

Apa rakyat peduli dengan hak angket? Seperti biasanya terjadi, demokrasi brouhaha (bising) macam itu cuma jadi ajang tawar-menawar untuk kepentingan pribadi atau partai.

Dari luar pemerintah tampak hebat karena menjalani strategi politik yang berurusan dengan penguatan citra. Padahal, tak sedikit yang menduga telah terjadi kepanikan internal yang luar biasa.

Ingat cerita petinju legendaris Muhammad Ali menjalani strategi rope-a-dope yang menguras tenaga George Foreman? Setelah menunggu Foreman letih, Ali yang terus-menerus bertahan di tali ring dengan mudah memukul knock-out lawannya.

Berbeda dengan pemerintah yang tak mempunyai strategi jelas karena sedang bingung. Ibarat petinju, yang dilakukan tak lebih dari shadow boxing saja.

Ujudnya dengan cara main serbu, gebuk, atau tangkap. Akibatnya, seorang alumni Universitas Nasional tewas setelah dirawat selama beberapa hari.

Dan, lihatlah fakta yang menyedihkan. Lebih banyak yang menuding almarhum meninggal karena AIDS dan tak satu pun pejabat secara terbuka menyatakan ikut berdukacita.

Jangankan berdukacita, minta maaf pun tidak. Ibu almarhum adalah pegawai rendah di Deplu yang sudah lama kehilangan seorang anak dan suaminya yang saat hidup berprofesi guru.

Bangsa yang merdeka sewajarnya bermartabat. Tetapi, ada yang mengucapkan kata ”sontoloyo” yang lebih menghebohkan daripada pernyataan seram ala Orde Baru seperti ”OTB” (Organisasi Tanpa Bentuk) atau ”setan gundul”.

Bung Karno ngetop karena kalimat ”go to hell with your aids” atau ”revolusi belum selesai”. Gus Dur terkenal dengan kalimat ampuh ”gitu aja kok repot”.

Namun, sontoloyo? Kalau sedang kesal, Anda paling hanya berani mengucapkan loyosonto (pembalikan sontoloyo) karena khawatir orang tersinggung.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sontoloyo berkonotasi jelek. Tak diketahui asal-usul kata ”sonto”, tetapi ”loyo” artinya tak bertenaga.

Ketidakmartabatan tampak pula dari obrolan antara para jaksa dan Artalyta Suryani di telepon yang disadap KPK. Inilah obrolan yang menakjubkan, puitis, simbolis, dan dramatis.

Itu menakjubkan karena berdampak nasional seperti fenomena goyang ngebor. Fenomena itu menyedot perhatian segenap kalangan, mulai dari tukang ojek sampai pengemplang dana BLBI, dari remaja sampai manula.

Hal itu puitis sehingga banyak yang memproduksi ulang potongan-potongan obrolan untuk menjadi nada dering telepon genggam yang laris manis bak pisang goreng. Demam ”kue donat” tahun lalu kalah heboh.

Disebut simbolis karena diperlukan ketajaman pikiran dan kedalaman batin seseorang untuk mengurai maksud dan tujuan obrolan itu. Agen-agen CIA paling andal sekalipun belum tentu mampu mengurai kode- kode yang terdapat di dalamnya.

Dan, obrolan itu dramatis karena jalan ceritanya berbelit-belit sehingga sukar menebak babak akhirnya. Satu hal yang pasti, dari obrolan itu Anda bisa mempelajari teknik korupsi dan membuat skenario pelecehan hukum.

Korupsi semakin menggila. Jika diandaikan, ia ibarat ”pesta dayak” yang digemari anak muda pada tahun 1970-an karena dicampur aduk dengan ganja serta alkohol dan berlangsung sampai pagi.

Namun, korupsi di negeri ini sudah bersifat antiteori karena tidak kenal lagi prinsip ”tidak ada pesta yang tidak akan berakhir”. Jika meminjam slogan iklan yang manjur yang terjadi ”tiada hari tanpa korupsi”.

Terlalu banyak agenda kebangsaan yang wajib kita—tanpa menunggu prakarsa pemerintah—perbincangkan bersama sebelum 17 Agustus 2008. Bangsa ini sudah terlalu menderita ibarat lirik lagu asmara yang digemari mereka yang putus asa.

Lirik itu tak hanya berbunyi ”pulangkan saja aku ke rumah orang tuaku”. Namun, keterpurukan bangsa sudah sampai pada tahap ”kalau perlu bunuhlah aku”.
Read More......

DiggTechnorati del.icio.us StumbleuponReddit Blinklist Furl Spurl Yahoo SimpyAddThis Social Bookmark Button